A. Pengertian Islam Rahmatan lil’alamin
1. Pengertian islam
Kata “islam” adalah kata bahasa arab
yaitu “sailama” yang dimasdarkan menjadi “islaman” yang berarti
damai.
2. Pengertian rahmatan
Kata ‘rahmatan” kata bahas Arab yaitu “rohima”
yang dimasdarkan menjadi “ rahmatan’yang artinya kasih saying.
3. Pengertian lil’alamin
Kata “Al-alamin” adalah kata
bahasa Arab yaitu “alam” yang dijama’kan menjadi “alamin” yang
artinya alam semesta yang mencakup bumi beserta isinya.
Maka yang dimaksud dengan islam
rahmatan lil’alamin adalah islam yang kehadirannya ditengah kehidupan
masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun
alam.
B. Keadaan Bumi Sebelum Islam
Islam
merupakan agama yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW yaitu pada saat
Rasulullah SAW berumur 14 tahun.
Keadaan bumi sebelum
masuknya Islam merupakan keadaan yang amat buruk dan mengenaskan dimana
sebagian dari manusia ada menyembah pohon, batu, patung (berhala), matahari,
bulan dan bintang, bahkan ada yang menyembah sesama manusia yang mana
kesemuanya itu adalah ciptaan Allah SWT.
Manusia yang hidup
dimasa itu tidak lagi mempunyai rasa kemanusiaan dan keadilan. Yang kuat akan
semakin berdiri tegak dan ditakuti, sedangkan yang lemah akan semakin
tertindas.
Kebiasaan-kebiasaan
manusia pada saat itu tidak lagi mencerminkan manusia yang mempunyai akal
seperti yang telah diberikan Allah SWT untuk berfikir dan merenungkan karunia
dan ni’mat Allah SWT melainkan akal mereka telah ditundukkan oleh hawa
nafsu.Kezaliman terjadi dimana-mana.Bahkan mereka tega untuk mengubus
hidup-hidup anak perempuan yang baru saja dilahirkan oleh ibunya.Karena mereka
menganggap anak perempuan itu adalah aib bagi mereka.
C. Islam Dibawa Oleh
Nabi Muhammad
Muhammad SAW lahir di Makkah pada talon 570.karma ayahnya meninggal sebelum
ia dilahukan dan ibunya mcmnggal dalam waktu yang tidak lama setelah ayahnya,
make ia di besarkan oleh pamannya yang berasal dari suku Quraisy yang terhormat.
la, besar dalam, keadaan buta huruf, tidak dapat membaca dan menulis sampai ia wafat Masyarakataya,
sebelum ia mendapatkan risalah kenabian, adalah masyarakat yang
tidak memperdulikan pengetahuan dan kebanyakan dari mereka, adalah buta huruf. Ketika ia menginjak,
dewasa, ia dikenal sebagai orang yang berkata
benar, jujur, dapat dipercaya, dermawan dan berhati mulia. Dia sangat dapat dipercaya
sehingga ia mendapat julukan al-amin (orang yang dapat dipercaya)
D. Memahami Rahmat
Islam
Mereka ini mengartikan
rahmat Islam harus tercermin dalam suasana sosial yang sejuk, damai dan
toleransi dimana saja Islam berada, apalagi sebagai mayoritas. Sementara
dibaliknya sebenarnya ada tujuan lain atau kebodohan lain yang justru
bertentangan dengan Islam itu sendiri, misalnya memboleh-bolehkan ucapan natal
dari seorang Muslim terhadap umat Nasrani atau bersifat permisive terhadap
ajaran sesat yang tetap mengaku islam.
Islam sebagai rahmat bagi alam semesta adalah tujuan bukan proses. Artinya untuk menjadi rahmat bagi alam semesta bisa jadi umat Islam harus melalui beberapa ujian, kesulitan atau peperangan seperti di zaman Rasulullah.Walau tidak selalu harus melalui langkah sulit apalagi perang, namun sejarah manapun selalu mengatakan kedamaian dan kesejukan selalu didapatkan dengan perjuangan. Misalnya, untuk menjadikan sebuah kota menjadi aman diperlukan kerjakeras polisi dan aparat hukum untuk memberi pelajaran bagi pelanggar hukum. Jadi logikanya, agar tercipta kesejukan, kedamaian dan toleransi yang baik maka hukum Islam harus diupayakan dapat dijalankan secara kaffah.Sebaliknya, jangan dikatakan bahwa umat Islam harus bersifat sejuk, damai dan toleransi kepada pelanggar hukum dengan alasan Islam adalah agama rahmat.
E. Mencari Rahmat Islam
Islam sebagai rahmat bagi alam semesta adalah tujuan bukan proses. Artinya untuk menjadi rahmat bagi alam semesta bisa jadi umat Islam harus melalui beberapa ujian, kesulitan atau peperangan seperti di zaman Rasulullah.Walau tidak selalu harus melalui langkah sulit apalagi perang, namun sejarah manapun selalu mengatakan kedamaian dan kesejukan selalu didapatkan dengan perjuangan. Misalnya, untuk menjadikan sebuah kota menjadi aman diperlukan kerjakeras polisi dan aparat hukum untuk memberi pelajaran bagi pelanggar hukum. Jadi logikanya, agar tercipta kesejukan, kedamaian dan toleransi yang baik maka hukum Islam harus diupayakan dapat dijalankan secara kaffah.Sebaliknya, jangan dikatakan bahwa umat Islam harus bersifat sejuk, damai dan toleransi kepada pelanggar hukum dengan alasan Islam adalah agama rahmat.
E. Mencari Rahmat Islam
Allah SWT berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara
keseluruhannya.Dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya
syaitan itu musuh yang nyata bagimu,” (QS al-Baqarah: 208)
Ada banyak dimensi dari universalitas ajaran Islam. Di antaranya adalah, dimensi rahmat.Rahmat Allah yang bernama Islam meliputi seluruh dimensi kehidupan manusia.Allah telah mengutus Rasul-Nya sebagai rahmat bagi seluruh manusia agar mereka mengambil petunjuk Allah. Dan tidak akan mendapatkan petunjuk-Nya, kecuali mereka yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan-Nya.
Ada banyak dimensi dari universalitas ajaran Islam. Di antaranya adalah, dimensi rahmat.Rahmat Allah yang bernama Islam meliputi seluruh dimensi kehidupan manusia.Allah telah mengutus Rasul-Nya sebagai rahmat bagi seluruh manusia agar mereka mengambil petunjuk Allah. Dan tidak akan mendapatkan petunjuk-Nya, kecuali mereka yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan-Nya.
seperti dikatakan
didalam al-qur’an surat Al-ankabut:69.Allah SWT berfirman:
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari
keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat
baik,” (QS al-‘Ankabuut: 69).
F. Bentuk-bentuk Rahmat Islam
F. Bentuk-bentuk Rahmat Islam
Ketika seseorang telah
mendapat petunjuk Allah, maka ia benar-benar mendapat rahmat dengan arti yang
seluas-luasnya. Dalam tataran praktis, ia mempunyai banyak bentuk.
1. manhaj (ajaran).
Di antara rahmat Allah
yang luas adalah manhaj atau ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw berupa
manhaj yang menjawab kebahagiaan seluruh umat manusia, jauh dari kesusahan dan
menuntunnya ke puncak kesempurnaan yang hakiki.
Allah SWT berfirman:
“Kami tidak menurunkan al-Qur'an ini kepadamu
agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut
(kepada Allah),” (QS. Thahaa: 2-3).
2. Al-Qur'an.
2. Al-Qur'an.
Al-Qur'an telah
meletakkan dasar-dasar atau pokok-pokok ajaran yang abadi dan permanen bagi
kehidupan manusia yang selalu dinamis.Kitab suci terakhir ini memberikan
kesempatan bagi manusia untuk beristimbath (mengambil kesimpulan) terhadap
hukum-hukum yang bersifat furu’iyah.Hal tersebut merupakan konsekuensi logis
dari tuntutan dinamika kehidupannya.Begitu juga kesempatan untuk menemukan
inovasi dalam hal sarana pelaksanaannya sesuai dengan tuntutan zaman dan
kondisi kehidupan, yang semuanya itu tidak boleh bertentangan dengan ushul atau
pokok-pokok ajaran yang permanen.Dari sini bisa kita pahami bahwa al-Qur'an itu
benar-benar sempurna dalam ajarannya.Tidak ada satu pun masalah dalam kehidupan
ini kecuali al-Qur'an telah memberikan petunjuk dan solusi.
3. Penyempurna Kehidupan Manusia
Di antara rahmat Islam
adalah keberadaannya sebagai penyempurna kebutuhan manusia dalam tugasnya
sebagai khalifah di muka bumi ini.Rahmat Islam adalah meningkatkan dan
melengkapi kebutuhan manusia agar menjadi lebih sempurna, bukan membatasi
potensi manusia.Islam tidak pernah mematikan potensi manusia, Islam juga tidak
pernah mengharamkan manusia untuk menikmati hasil karyanya dalam bentuk
kebaikan-kebaikan dunia.
Allah SWT berfirman:
“Katakanlah: ‘Siapakah yang mengharamkan
perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hambaNya dan (siapa
pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” (QS al-A`raf: 32).
4. Jalan Untuk Kebaikan.
4. Jalan Untuk Kebaikan.
Rahmat dalam Islam
juga bisa berupa ajarannya yang berisi jalan / cara mencapai kehidupan yang
lebih baik, dunia dan akhirat. Hanya kebanyakan manusia memandang jalan Islam
tersebut memiliki beban yang berat, seperti kewajiban sholat dan zakat,
kewajiban amar ma’ruf nahi munkar, kewajiban memakai jilbab bagi wanita dewasa,
dan sebagainya.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ajaran Islam itu adalah rahmat dalam artian yang luas, bukan rahmat yang dipahami oleh sebagian orang menurut seleranya sendiri.Rahmat dalam Islam adalah rahmat yang sesuai dengan kehendak Allah dan ajaran-Nya, baik berupa perintah atau larangan.Memerangi kemaksiatan itu adalah rahmat, sekalipun sebagian orang tidak setuju dengan tindakan tersebut.Jihad melawan orang kafir yang zalim adalah rahmat, meskipun sekelompok manusia tidak suka jihad dan menganggapnya sebagai tindakan kekerasan atau terorisme.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ajaran Islam itu adalah rahmat dalam artian yang luas, bukan rahmat yang dipahami oleh sebagian orang menurut seleranya sendiri.Rahmat dalam Islam adalah rahmat yang sesuai dengan kehendak Allah dan ajaran-Nya, baik berupa perintah atau larangan.Memerangi kemaksiatan itu adalah rahmat, sekalipun sebagian orang tidak setuju dengan tindakan tersebut.Jihad melawan orang kafir yang zalim adalah rahmat, meskipun sekelompok manusia tidak suka jihad dan menganggapnya sebagai tindakan kekerasan atau terorisme.
Allah SWT berfirman:
“Diwajibkan atas kamu
berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi
kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu
menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu
tidak mengetahui,” (Q.S al-Baqarah : 216).
Hendaknya kita jujur
dalam mengungkapkan sebuah istilah.Jangan sampai kita menggunakan ungkapan seperti
sejuk, damai, toleransi, rahmat, dan sebagainya, kemudian dikaitkan dengan kata
‘Islam’. Sementara ada tujuan lain yang justru bertentangan dengan Islam itu
sendiri.
Wallahu a’lam bish shawab.
Wallahu a’lam bish shawab.
Kejahatan
dan kekerasan anarkis dalam bayang-bayang atau atas nama “agama” –eksplisit
atau implisit –merupakan realitas yang dapat ditemui pada kesejarahan hampir
semua agama-agama. Dengan menggunakan idiom, atribut, atau simbol keagamaan,
kelompok atau oknum tertentu dari beragam agama terkadang (atau sering) melakukan
tindakan yang merugikan umat manusia atau bahkan bisa menghancurkan kehidupan.
Fenomena itu
tampak berseberangan, minimal berbeda, dengan klaim hampir seluruh penganut
semua agama.Dalam prespektif mereka masing-masing, agama mereka adalah agama yang
mengajarkan tentang kebenaran dan kebaikan. Nyaris dipastikan, tidak ada satu
pun dari mereka yang akan rela seandainya agama mereka dituding sebagai
penyebar kejahatan.
G. Sejarah dan Realitas Keberagamaan
Pada
kasus-kasus tertentu, dalam kekerasan yang dilakukan kelompok muslim baik
terhadap sesama muslim maupun terhadap penganut agama yang lain, para pelaku
biasanya menganggap tindakan mereka sebagai bagian ajaran Islam. Mereka
bersikukuh bahwa agama bukan hanya membenarkan, tapi juga menganjurkan, bahkan
mewajibkan hal itu.Dalam skala Internasional, pandangan seperti itu dapat
dilacak dengan mudah pada pernyataan-pernyataan yang disampaikan semisal oleh
Osama dan kelompoknya al-Qaeda. Pada bulan Agustus 1996 lalu, Osama pernah
mengeluarkan Deklarasi Jihad dengan tujuan mengusir pasukan Amerika Serikat
dari Jazirah Arabia, menggulingkan pemerintahan Saudi, dan membebaskan tanah
Islam Mekkah dan Medinah, serta mendukung kelompok-kelompok revolusioner
(muslim) di seluruh dunia. Selanjutnya, pada bulan Februari 1998, Osama di
bawahbendera The World Islamic Front for Jihad
against the Jews and Crusaders menyatakan, membunuh orang Amerika
–sipil dan militer –serta sekutu-sekutnya merupakan tugas seluruh umat Islam.
Dalam bahasa yang lain, umat Islam harus berjihad melawan dan menghancurkan
Amerika dan semua negara yang dekat dengan Amerika.
Pernyataan
Osama ini memiliki jalinan benang merah cukup kuat dengan pandangan
kelompok-kelompok muslim yang sealiran di Indonesia. Amrozi cs., misalnya,
sebagai pelaku peledakan bom Bali 1 pernah menegaskan bahwa aksi mereka
meluluh-lantakkan Bali merupakan holy war,
jihad fi sabilillah. Mereka
menganggap negara dan pemerintah Indonesia bukan islam, dan bangsa Amerika
musuh Islam. Ukuran mereka untuk menentukan hal itu bersifat dikotomi hitam
putih dan simplistik.Dari judgment
itu mereka kemudian melakukan “penyelesaian” dengan pola seperti itu
pula.Segala sesuatu yang tidak islami, apalagi yang menjadi musuh Islam, mutlak
harus dihancurkan atau diperangi.
Berdasarkan
pandangan itu, mereka menggelar aksi-aksi konkret dalam bentuk kekerasan
teroristik di berbagai belahan dunia. Tragedi 11 September 2001 yang terjadi di
Amerika Serikat, bom Bali 1 tanggal 12 Oktober 2002, bom Bali 2 pada tanggal 1
Oktober 2005, bom bunuh diri di Hotel JW Marriott 5 Agustus 2003, peledakan bom
di Kedubes Australia 9 September 2004, dan Bom bunuh diri di Hotel JW Marriott
dan Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta Jumat 17 Juli 2009 merupakan salah satu
contoh “kecil” dari aksi-aksi teroristik yang bernuansa agama. Terlepas dari
beragam alasan yang melatarbelakangi pandangan dan tindakan itu, semua ini
memperlihatkan betapa nuansa agama di balik tragedi-tragedi tersebut begitu kentara terasa.Agama hadir nyaris
tanpa sekat dengan kekerasan.
Pandangan
semacam itu memiliki akar cukup panjang dalam sejarah umat Islam.Kaum Khawarij
yang tumbuh kembang pada masa kekhalifahan S Ali (ra) merupakan salah satu
penggagas awal ide yang eksklusif dan rigid tersebut.Contoh konkretnya, mereka
menganggap kelompok Ali (ra) dan Mu’awiyah yang saat itu melakukan perdamaian
di antara keduanya sebagai orang yang tidak melaksanakan hukum Allah.Karena itu
Ali, Mu’awiyah dan kelompoknya termasuk orang kafir.Kafir berarti harus
diperangi.Selanjutnya, pada masa awal modern ajaran itu diformulasi lebih jauh
oleh semisal Sayyid Quthb.Tokoh Ikhawanul Muslimin Mesir ini beranggapan,
kehidupan modern yang berasal dari Barat adalah kehidupan jahiliyah yang
berpijak pada perlawanan terhadap kekuasaan Allah di muka bumi.Dalam
pandangannya, Barat adalah jahiliyah modern yang dilawankan dengan Islam.
Berdasar
pada pola pandang itu, orang dan kelompok-kelompok muslim tersebut dan yang
sealiran berkeyakinan bahwa melakukan perlawanan terhadap segala sesuatu yang
dianggap tidak islami merupakan kewajiban setiap muslim. Pada umumnya, pola
penyelesaian yang dilakukan kelompok itu sering –kalau tidak selalu –terjebak
pada tindak kekerasan, pengrusakan massal dan penyebaran aksi-aksi
teroristik.Dalam kondisi ini wajah Islam yang kemudian tampak kental –minimal
bagi sebagian orang di luar Islam –adalah wajah yang angker, penuh kekerasan,
atau bahkan dianggap belepotan dengan darah.
Menurit kami
pernyataan diatas adalah orang-orang yang menyalah gunakan islam,sebab tidak
sesuai dengan kenyataan yang kami ketahui, karena islam yang benar itu adalah
kalau kita sudah diganggu wajib kita memberanikan diri.
H. Realitas Ajaran Islam
Untuk
memahami apakah kekerasan merupakan sisi lain dari Islam atau tidak, dan untuk
menelusuri visi dan misi Islam dalam kehidupan dan alam semesta, kita niscaya
untuk berangkat dari ajaran dasar Islam sendiri. Dari ajaran itu kemudian kita
mengaitkannya dengan sikap dan perilaku Rasulullah sebagai pembawa ajaran
tersebut, dan sampai batas tertentu merupakan representasi nilai dan ajaran
Islam.
(dipinda
Ayat ini dapat dipahami bahwa Allah mengutus Nabi Muhammad (saw) semata-mata
sebagai rahmat bagi sekalian alam)
Eksistensi Allah adalah kemahapengasihan-Nya
yang terjalin dengan eksistensi-Nya sebagai Zat Maha Mencintai yang di
dalam-nya penuh kedamaian, dan kesejukan
Rasulullah
(saw) sebagai pengemban utama misi luhur itu telah memulai dan menubuhkan nilai-nilai
etika moral itu dalam diri Nabi sendiri dan kehidupan. Sejarah yang dilalui
membuktikan seutuhnya sifat dan perilaku Rasul yang mencerminkan nilai-nilai
dan ajaran al-Quran.Banyak sekali realitas kehidupan Rasul yang menggambarkan
hal itu.Di antaranya, Rasul dalam hidup kesehariannya sangat tidak suka disapa
dengan gelar-gelar kehormatan dan sebutan yang menunjukkan keangkuhan.Ia pun
biasa duduk tanpa rikuh di lantai masjid, dan seringkali bersama dengan anggota
masyarakat yang sangat miskin. Di sini tampak sikap dan pandangan Nabi yang
sangat menjunjung tinggi kesederhanaan, egalitarianisme dan sejenisnya.
Selain itu,
Nabi memiliki sifat yang sangat kental dengan kemurah-hatian dan kasih
sayang.Sebagai misal, suatu saat Rasul menjatuhkan hukuman terhadap seorang
miskin yang melakukan kejahatan.Sebagai hukuman, pelaku kejahatan dikenakan
denda. Si pelaku mengaku, ia tidak memiliki apa pun untuk membayar denda itu.
Secara kebetulan saat itu ada seseorang yang memberi sekeranjang kurma kepada
Rasulullah.Nabi langsung memberikannya kepada laki-laki miskin itu untuk
dimakan, sebagai ganti dari hukuman tersebut.
Demikian
pula, kedamaian sebagai sisi lain dari kasih sayang menjadi bagian menyatu dari
komitmen yang diperjuangkan Rasulullah. Di atas komitmen itu, Nabi
mengembangkan kesetaraan, keadilan, hak-hak asasi manusia dan nilai-nilai
sejenis. Piagam Madinah sebagai konstitusi Negara Kota (Madinah) yang dibangun
Rasul merupakan salah satu bukti yang sama sekali tidak bisa diabaikan. Dalam
Piagam itu disebutkan bahwa kaum Yahudi –selama tidak zalim dan memusuhi Islam
dan umatnya –merupakan satu umat, sebagai bagian dari kaum mu’min.Mereka juga
diberi kebebasan dalam beragama, serta perlindungan atas harta dan
keluarganya. Keluhuran Rasulullah ini
kemudian diteladani oleh para generasi awal muslim. Mereka menjadikan al-akhlak al-shalih, etik moral
yang luhur sebagai dasar dalam kehidupan mereka dan dalam pengembangan Islam.
Kita memang
dihadapkan pada realitas sejarah Islam lain yang di atas permukaan tampak berseberangan
dengan nilai kedamaian dan semacamnya. Pada masa Nabi ini sejumlah peperangan
hadir memenuhi sejarah umat.Di antaranya adalah perang Badr dan Perang
Uhud.Kejadian semacam ini dapat mengantarkan sementara orang atau golongan
tertentu kepada kesimpulan bahwa Rasulullah telah melakukan tindakan yang
bertentangan dengan visi kedamaian al-Quran.Bahkan dengan alasan tertentu,
mereka bisa menuduh Islam identik dengan kekerasan, Islam disebarkan dengan
pedang, dan sebagainya.
Penyimpulan
semacam itu senyatanya terlalu terburu-buru, dan merupakan simplifikasi
persoalan.Adanya perang dalam Islam tidak bisa dipahami secara sepotong dan
simplistik. Armstrong yang Kristiani menjelaskan, (Nabi) Muhammad dan generasi
awal muslim (semata-mata) sedang berjuang untuk hidup mereka. Mereka juga
sedang melaksanakan suatu proyek (kemanusiaan sosial, politik dan sebagainya)
yang mereka tidak mungkin lagi dapat menghindari kekerasan.Untuk ukuran saat
itu, tidak mungkin perubahan sosial dan politik yang mendasar dapat dicapai
tanpa tetesan darah.Selain itu, karena (Nabi) Muhammad hidup dalam periode yang
tidak menentu dan disintegrasi, maka kedamaian hanya dapat diraih melalui
“perang”.Lebih dari itu, perang yang dilakukan Nabi lebih bersifat defensif.
Hal itu merupakan preferensi terakhir manakala tidak ada jalan lain untuk
mempertahankan diri selain mengangkat senjata.
Dalam
konteks itu, pembebasan kota Mekah tahun 630 M niscaya untuk diangkat ke
permukaan. Pembebasan ini terjadi akibat pelanggaran kaum Quraisy Mekah terhadap
perjanjian damai Hudaibiyah yang mengikat antara kaum Muslim dan kaum Quraisy
Mekah.Pengkhianatan Quraisy ini membuat Rasulullah memberangkatkan sebanyak
sekitar sepuluh ribu umat Islam ke Mekkah. Ketika memasuki kota Mekah, umat
Islam bukan mengangkat dan menghunus senjata, tapi justru meneriakkan sebuah
pernyataan yang memberikan keamanan bagi seluruh penduduk Mekkah. Tidak ada
setetes pun darah mengalir. Sebaliknya yang terjadi, Abu Sufyan –salah satu
tokoh musyrikin Quraisy dan musuh utama Rasulullah –karena keterharuannya, kala
itu langsung memeluk Islam.
I. Ke Depan, Pembumian Kerahmatan
Fenomena
kekerasan yang berlindung di balik simbol agama tentunya tidak bisa dibiarkan
berlarut. Selain akan merugikan agama (baca, mayoritas umat beragama), pembiaran
hal itu akan memperpanjang atau dan memperluas derita umat manusia, atau bahkan
akan memorakperandakan dan menghancurkan kehidupan.
Karena itu,
kita –semua umat beragama, khususnya umat Islam –perlu segera mengagendakan
suatu program sistematis, dan tindakan berkelanjutan yang dapat memotong akar
persoalan kekerasan itu. Melalui upaya itu, kalau pun saat ini kita tidak
berhasil mematikan pohonnya, pada tahun-tahun mendatang benih-benih kekerasan
diharapkan tidak akan tumbuh lagi di bumi kehidupan.
Salah satu
agenda yang perlu segera dirumuskan adalah membaca agama berdasarkan visi dan
misi agama itu sendiri. Islam (dan tentunya agama yang lain) niscaya dipahami
berdasarkan maqasid al-syari’,
yang senyatanya berpijak pada al-maslahah,
kebaikan umat manusia di alam dunia dan kebaikan mereka di alam akhirat,
seperti untuk melindungi hak-hak dasar hidup umat manusia, dan
menyejahterakan kehidupan mereka.
Dalam altar
itu, kita perlu melakukan pemahaman ajaran Islam melalui pendekatan moral,
memaknainya secara utuh, tidak sepotong-sepotong, dan tidak bersifat ad hoc. Dengan demikian, wajah
Islam yang akan tampak dan semangat yang berada di balik wajah itu diharapkan
tidak akan mengalami reduksi. Namun sebagai upaya pemahaman, keberagamaan
selain harus dipijakkan secara kokoh pada nilai dan ajaran, ia juga perlu
selalu terbuka, serta mampu menyapa dan disapa oleh kehidupan yang terus
berkembang.
Pada saat
yang sama, keberagamaan ini perlu dilabuhkan ke dalam kehidupan konkret sebagai
anutan umatnya dalam berdialog dengan Sang Khalik, sesama manusia, dan alam
lingkungan. Keberagamaan hendaknya dikembangkan menjadi keberagamaan
transformatif yang mampu menyantuni dan menyelesaikan persoalan, bukan menjadi
sumber persoalan.Dalam konteks saat ini, keberagamaan perlu diprioritaskan
sebagai aksi konkret kedamaian, dan keadilan.Memang harus diakui, kedamaian
tidak mudah untuk digapai.Untuk memperoleh dan melabuh-kokohkan kedamaian,
manusia (memodifikasi ungkapan Nasr) harus berdamai dulu dengan dirinya
sendiri.Demikian pula dengan keadilan. Tanpa itu, fenomena yang akan muncul
adalah ambisi, keserakahan, keangkuhan, dan sebagainya yang cenderung
memolitisasi agama untuk kepentingan sempit dan sesaat.
Sejalan
dengan itu, pengembangan dialog dengan umat beragama lain merupakan agenda
sangat urgen untuk ditumbuh-kembangkan. Dalam hal ini umat Islam, apalagi di
Indonesia, hendaknya menjadi garda depan dalam rangka pengembangan kerjasama
antar umat beragama ke depan untuk menyelesaikan beragam persoalan umat
manusia, dan bangsa dalam seluruh dimensinya.
Ada beberapa
persyaratan dasar untuk keberhasilan dan keberlanjutan dialog antar umat
beragama tersebut. Di antaranya adalah menghilangkan mistrust pada masing-masing umat
yang selama ini masih membebani mereka. Dalam konteks relasi Islam-Kristen, mistrust umat Islam terhadap
Kristen di antaranya adalah the
theological mistrust, the
experiential mistrust, dan the academic
mistrust. Sedangkan kecurigaan dan ketidakpercayaan umat Kristiani
terhadap Islam berpulang, misalnya, pada the
humanitarian mistrust, dan the
theological mistrust. Selain kecurigaan antara umat muslim dan
kristiani ini, ketidakpercayaan juga terjadi antara umat Islam dan umat selain
kristiani. Beban-beban ini perlu dihilangkan.
Namun satu
hal yang perlu disadari, dialog bukan untuk menyatukan, apalagi menyamakan
mereka masing-masing dalam segala hal, tapi untuk menghargai perbedaan.Mereka
perlu menjadikan perbedaan sebagai modal untuk mengembangkan kerjasama.
Melalui
dialog yang kemudian dilabuhkan dalam kerjasama, kehidupan dunia kontemporer
ini diharapkan mendapatkan sentuhan dan aliran darah nilai-nilai moralitas yang
kokoh. Sebagai misal, globalisasi yang saat ini berjalan liar dan menjadi salah
satu pemicu kehadiran kekerasan atas nama agama diharapkan bisa “dijinakkan”
menjadi berwajah manusiawi yang merujuk kuat pada keluhuran moralitas agama.
Pemiskinan dan dominasi yang kuat atas yang lemah juga semoga bisa mengalami
penyelesaian secara signifikan.
Semua itu
memerlukan suatu kejujuran dan ketulusan yang hakiki. Umat Islam bersama-sama
dengan umat lain harus jujur terhadap diri sendiri, kepada Tuhan dan kepada
sesama. Kejujuran akan mengantarkan mereka kepada penelanjangan diri sendiri
mengenai realitas kelemahan, kekurangan, dan agenda-agenda tersembunyi yang ada
dalam diri masing-masing. Seiring itu, mereka dituntut untuk bersikap tulus
dalam segala hal. Dengan demikian, formalisme akan dihindari, dan
substansialisme akan ditumbuh-biakkan.
Apabila umat
Islam mampu melakukan hal itu, bahkan sebagai penggagas, maka kehadiran Islam
sebagai rahmatan lil alaminakan
memancar dari bumi Indonesia, lalu menyebar ke seantero dunia. Islam akan
menjadi sumber dan aksi kedamaian, dan keadilan, serta penyebaran kesejahteraan
bagi seluruh umat manusia
KESIMPULAN
Selama
15 abad-Islam di muka bumi ini, implementasi rahmat bagi semesta alam sudah
meluas hampir ke berbagai belahan dunia.Secara etimologis, Islam berarti damai,
sedangkan rahmatan lil `alamin berarti `kasih sayang bagi semesta alam'.Maka
yang dimaksud dengan Islam Rahmatan lil'alamin adalah Islam yang kehadirannya
di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi
manusia maupun alam.
Rahmatan
lil'alamin adalah istilah qurani dan istilah itu sudah terdapat dalam Alquran,
yaitu sebagaimana firman Allah dalam Surat Al- Anbiya' ayat 107:
Dan
tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam.
Ayat
tersebut menegaskan bahwa kalau Islam dilakukan secara benar, dengan sendirinya
akan mendatangkan rahmat untuk orang Islam maupun untuk seluruh alam.
Rahmat
adalah karunia yang dalam ajaran agama terbagi menjadi dua, rahmat dalam
konteks rahman dan rahmat dalam konteks rahim.Rahmat dalam konteks rahman
adalah bersifat ammakulla syai', meliputi segala hal, sehingga orang-orang
nonmuslim pun mempunyai hak kerahmanan.Rahim adalah kerahmatan Allah yang hanya
diberikan kepada orang Islam.Jadi rahim itu adalah khoshshun lil muslimin.
Apabila Islam dilakukan secara benar, rahman dan rahim Allah akan turun
semuanya.
Dengan
demikian berlaku hukum sunnatullah; baik muslim maupun nonmuslim kalau mereka
melakukan hal-hal yang diperlukan oleh kerahmanan, maka mereka akan
mendapatnya. Kendati orang Islam, tetapi jika tidak melakukan ikhtiar
kerahmanan, maka mereka tidak akan mendapatkan hasilnya. Dengan kata lain,
karunia rahman ini berlaku hukum kompetitif Misalnya orang Islam yang tidak
melakukan kegiatan ekonomi, maka tidak bisa dan tak akan menjadi makmur.
Sementara orang yang melakukan ikhtiar kerahmanan, meski dia nonmuslim, mereka
akan mendapatkan kemakmuran secara ekonomi. Karena dalam hal ini mereka
mendapat sifat kerahmanan Allah yang berlaku universal (amnia kulla syai').
Adapun hak atas surga ada pads sifat rahimnya Allah SWT, maka yang mendapat
kerahiman ini adalah orang mulmin. Dengan demikian, dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa rahmatan lil'alamin adalah bersatunya-karunia Allah yang
terlingkup di alam kerahiman dan kerahmanan Allah.
Dalam
konteks Islam rahmatan lil'alamin, Islam telah mengatur tats hubungan
menyangkut aspek teologis, ritual, sosial, dan humanitas.
Dalam
segi teologis, Islam memberi rumusan tegas yang harus diyakini oleh setiap
pemeluknya, tetapi hal ini tidak dapat dijadikan alasan untuk memaksa nonmuslim
memeluk Islam.Begitu halnya dalam tataran ritual yang memang sudah ditentukan
operasionalnya dalam Alquran dan Hadits.Namun, dalam konteks sosial, Islam
sesungguhnya hanya berbicara mengenai ketentuan-ketentuan dasar atau
pilar-pilamya yang pener emahan operasionalnya secara detail dan komprehensif
tergantung pads kesepakatan dan pemahaman masing-masing komunitas, yang tentu
memiliki keunikan berdasarkan keberagaman lokalitas nilai dan sejarah yang
dimilikinya.
Entitas
Islam sebagai rahmat lil'alamin mengakui eksistensi pluralitas karena Islam
memandang pluralitas sebagai sunnatullah, yaitu fungsi pengujian Allah pads
manusia, fakta sosial, dan rekayasa sosial (social engineering) kemajuan umat
manusia. Wallahu a'lam bishshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar