Senin, 21 Mei 2012

Pengertian Islam Rahmatan Lil'alamin



A. Pengertian Islam Rahmatan lil’alamin
1. Pengertian islam
Kata “islam” adalah kata bahasa arab yaitu “sailama” yang dimasdarkan menjadi “islaman” yang berarti damai.
2. Pengertian rahmatan
Kata ‘rahmatan” kata bahas Arab yaitu “rohima” yang dimasdarkan menjadi “ rahmatan’yang artinya kasih saying.
3. Pengertian lil’alamin
Kata “Al-alamin” adalah kata bahasa Arab yaitu “alam” yang dijama’kan menjadi “alamin” yang artinya alam semesta yang mencakup bumi beserta isinya.
Maka yang dimaksud dengan islam rahmatan lil’alamin adalah islam yang kehadirannya ditengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam.
B. Keadaan Bumi Sebelum Islam
Islam merupakan agama yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW yaitu pada saat Rasulullah SAW berumur 14 tahun.
Keadaan bumi sebelum masuknya Islam merupakan keadaan yang amat buruk dan mengenaskan dimana sebagian dari manusia ada menyembah pohon, batu, patung (berhala), matahari, bulan dan bintang, bahkan ada yang menyembah sesama manusia yang mana kesemuanya itu adalah ciptaan Allah SWT.
Manusia yang hidup dimasa itu tidak lagi mempunyai rasa kemanusiaan dan keadilan. Yang kuat akan semakin berdiri tegak dan ditakuti, sedangkan yang lemah akan semakin tertindas.
Kebiasaan-kebiasaan manusia pada saat itu tidak lagi mencerminkan manusia yang mempunyai akal seperti yang telah diberikan Allah SWT untuk berfikir dan merenungkan karunia dan ni’mat Allah SWT melainkan akal mereka telah ditundukkan oleh hawa nafsu.Kezaliman terjadi dimana-mana.Bahkan mereka tega untuk mengubus hidup-hidup anak perempuan yang baru saja dilahirkan oleh ibunya.Karena mereka menganggap anak perempuan itu adalah aib bagi mereka.

C. Islam Dibawa Oleh Nabi Muhammad

Muhammad SAW lahir di Makkah pada talon 570.karma ayahnya meninggal sebelum ia dilahukan dan ibunya mcmnggal dalam waktu yang tidak lama setelah ayahnya, make ia di besarkan oleh pamannya yang berasal dari suku Quraisy yang terhormat. la, besar dalam, keadaan buta huruf, tidak dapat membaca dan menulis sampai ia wafat Masyarakataya, sebelum ia mendapatkan risalah kenabian, adalah masyarakat yang tidak memperdulikan pengetahuan dan kebanyakan dari mereka, adalah buta huruf. Ketika ia menginjak, dewasa, ia dikenal sebagai orang yang berkata benar, jujur, dapat dipercaya, dermawan dan berhati mulia. Dia sangat dapat dipercaya sehingga ia mendapat julukan al-amin (orang yang dapat dipercaya)
D. Memahami Rahmat Islam
Mereka ini mengartikan rahmat Islam harus tercermin dalam suasana sosial yang sejuk, damai dan toleransi dimana saja Islam berada, apalagi sebagai mayoritas. Sementara dibaliknya sebenarnya ada tujuan lain atau kebodohan lain yang justru bertentangan dengan Islam itu sendiri, misalnya memboleh-bolehkan ucapan natal dari seorang Muslim terhadap umat Nasrani atau bersifat permisive terhadap ajaran sesat yang tetap mengaku islam.

Islam sebagai rahmat bagi alam semesta adalah tujuan bukan proses. Artinya untuk menjadi rahmat bagi alam semesta bisa jadi umat Islam harus melalui beberapa ujian, kesulitan atau peperangan seperti di zaman Rasulullah.Walau tidak selalu harus melalui langkah sulit apalagi perang, namun sejarah manapun selalu mengatakan kedamaian dan kesejukan selalu didapatkan dengan perjuangan. Misalnya, untuk menjadikan sebuah kota menjadi aman diperlukan kerjakeras polisi dan aparat hukum untuk memberi pelajaran bagi pelanggar hukum. Jadi logikanya, agar tercipta kesejukan, kedamaian dan toleransi yang baik maka hukum Islam harus diupayakan dapat dijalankan secara kaffah.Sebaliknya, jangan dikatakan bahwa umat Islam harus bersifat sejuk, damai dan toleransi kepada pelanggar hukum dengan alasan Islam adalah agama rahmat.

E. Mencari Rahmat Islam
Allah SWT berfirman:


“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya.Dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu,” (QS al-Baqarah: 208)
Ada banyak dimensi dari universalitas ajaran Islam. Di antaranya adalah, dimensi rahmat.Rahmat Allah yang bernama Islam meliputi seluruh dimensi kehidupan manusia.Allah telah mengutus Rasul-Nya sebagai rahmat bagi seluruh manusia agar mereka mengambil petunjuk Allah. Dan tidak akan mendapatkan petunjuk-Nya, kecuali mereka yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan-Nya.
seperti dikatakan didalam al-qur’an surat Al-ankabut:69.Allah SWT berfirman:


 “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik,” (QS al-‘Ankabuut: 69).

F. Bentuk-bentuk Rahmat Islam
Ketika seseorang telah mendapat petunjuk Allah, maka ia benar-benar mendapat rahmat dengan arti yang seluas-luasnya. Dalam tataran praktis, ia mempunyai banyak bentuk.
1.  manhaj (ajaran).
Di antara rahmat Allah yang luas adalah manhaj atau ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw berupa manhaj yang menjawab kebahagiaan seluruh umat manusia, jauh dari kesusahan dan menuntunnya ke puncak kesempurnaan yang hakiki.
 Allah SWT berfirman:


 “Kami tidak menurunkan al-Qur'an ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah),” (QS. Thahaa: 2-3).

2.  Al-Qur'an.
Al-Qur'an telah meletakkan dasar-dasar atau pokok-pokok ajaran yang abadi dan permanen bagi kehidupan manusia yang selalu dinamis.Kitab suci terakhir ini memberikan kesempatan bagi manusia untuk beristimbath (mengambil kesimpulan) terhadap hukum-hukum yang bersifat furu’iyah.Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari tuntutan dinamika kehidupannya.Begitu juga kesempatan untuk menemukan inovasi dalam hal sarana pelaksanaannya sesuai dengan tuntutan zaman dan kondisi kehidupan, yang semuanya itu tidak boleh bertentangan dengan ushul atau pokok-pokok ajaran yang permanen.Dari sini bisa kita pahami bahwa al-Qur'an itu benar-benar sempurna dalam ajarannya.Tidak ada satu pun masalah dalam kehidupan ini kecuali al-Qur'an telah memberikan petunjuk dan solusi.

3.  Penyempurna Kehidupan Manusia
Di antara rahmat Islam adalah keberadaannya sebagai penyempurna kebutuhan manusia dalam tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini.Rahmat Islam adalah meningkatkan dan melengkapi kebutuhan manusia agar menjadi lebih sempurna, bukan membatasi potensi manusia.Islam tidak pernah mematikan potensi manusia, Islam juga tidak pernah mengharamkan manusia untuk menikmati hasil karyanya dalam bentuk kebaikan-kebaikan dunia.
Allah SWT berfirman:


 “Katakanlah: ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hambaNya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” (QS al-A`raf: 32).

4.  Jalan Untuk Kebaikan.
Rahmat dalam Islam juga bisa berupa ajarannya yang berisi jalan / cara mencapai kehidupan yang lebih baik, dunia dan akhirat. Hanya kebanyakan manusia memandang jalan Islam tersebut memiliki beban yang berat, seperti kewajiban sholat dan zakat, kewajiban amar ma’ruf nahi munkar, kewajiban memakai jilbab bagi wanita dewasa, dan sebagainya.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ajaran Islam itu adalah rahmat dalam artian yang luas, bukan rahmat yang dipahami oleh sebagian orang menurut seleranya sendiri.Rahmat dalam Islam adalah rahmat yang sesuai dengan kehendak Allah dan ajaran-Nya, baik berupa perintah atau larangan.Memerangi kemaksiatan itu adalah rahmat, sekalipun sebagian orang tidak setuju dengan tindakan tersebut.Jihad melawan orang kafir yang zalim adalah rahmat, meskipun sekelompok manusia tidak suka jihad dan menganggapnya sebagai tindakan kekerasan atau terorisme.
Allah SWT berfirman:



“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui,” (Q.S al-Baqarah : 216).

Hendaknya kita jujur dalam mengungkapkan sebuah istilah.Jangan sampai kita menggunakan ungkapan seperti sejuk, damai, toleransi, rahmat, dan sebagainya, kemudian dikaitkan dengan kata ‘Islam’. Sementara ada tujuan lain yang justru bertentangan dengan Islam itu sendiri.
Wallahu a’lam bish shawab.
Kejahatan dan kekerasan anarkis dalam bayang-bayang atau atas nama “agama” –eksplisit atau implisit –merupakan realitas yang dapat ditemui pada kesejarahan hampir semua agama-agama. Dengan menggunakan idiom, atribut, atau simbol keagamaan, kelompok atau oknum tertentu dari beragam agama terkadang (atau sering) melakukan tindakan yang merugikan umat manusia atau bahkan bisa menghancurkan kehidupan.
Fenomena itu tampak berseberangan, minimal berbeda, dengan klaim hampir seluruh penganut semua agama.Dalam prespektif mereka masing-masing, agama mereka adalah agama yang mengajarkan tentang kebenaran dan kebaikan. Nyaris dipastikan, tidak ada satu pun dari mereka yang akan rela seandainya agama mereka dituding sebagai penyebar kejahatan.

G. Sejarah dan Realitas Keberagamaan
Pada kasus-kasus tertentu, dalam kekerasan yang dilakukan kelompok muslim baik terhadap sesama muslim maupun terhadap penganut agama yang lain, para pelaku biasanya menganggap tindakan mereka sebagai bagian ajaran Islam. Mereka bersikukuh bahwa agama bukan hanya membenarkan, tapi juga menganjurkan, bahkan mewajibkan hal itu.Dalam skala Internasional, pandangan seperti itu dapat dilacak dengan mudah pada pernyataan-pernyataan yang disampaikan semisal oleh Osama dan kelompoknya al-Qaeda. Pada bulan Agustus 1996 lalu, Osama pernah mengeluarkan Deklarasi Jihad dengan tujuan mengusir pasukan Amerika Serikat dari Jazirah Arabia, menggulingkan pemerintahan Saudi, dan membebaskan tanah Islam Mekkah dan Medinah, serta mendukung kelompok-kelompok revolusioner (muslim) di seluruh dunia. Selanjutnya, pada bulan Februari 1998, Osama di bawahbendera The World Islamic Front for Jihad against the Jews and Crusaders menyatakan, membunuh orang Amerika –sipil dan militer –serta sekutu-sekutnya merupakan tugas seluruh umat Islam. Dalam bahasa yang lain, umat Islam harus berjihad melawan dan menghancurkan Amerika dan semua negara yang dekat dengan Amerika.
Pernyataan Osama ini memiliki jalinan benang merah cukup kuat dengan pandangan kelompok-kelompok muslim yang sealiran di Indonesia. Amrozi cs., misalnya, sebagai pelaku peledakan bom Bali 1 pernah menegaskan bahwa aksi mereka meluluh-lantakkan Bali merupakan holy war, jihad fi sabilillah. Mereka menganggap negara dan pemerintah Indonesia bukan islam, dan bangsa Amerika musuh Islam. Ukuran mereka untuk menentukan hal itu bersifat dikotomi hitam putih dan simplistik.Dari judgment itu mereka kemudian melakukan “penyelesaian” dengan pola seperti itu pula.Segala sesuatu yang tidak islami, apalagi yang menjadi musuh Islam, mutlak harus dihancurkan atau diperangi.
Berdasarkan pandangan itu, mereka menggelar aksi-aksi konkret dalam bentuk kekerasan teroristik di berbagai belahan dunia. Tragedi 11 September 2001 yang terjadi di Amerika Serikat, bom Bali 1 tanggal 12 Oktober 2002, bom Bali 2 pada tanggal 1 Oktober 2005, bom bunuh diri di Hotel JW Marriott 5 Agustus 2003, peledakan bom di Kedubes Australia 9 September 2004, dan Bom bunuh diri di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta Jumat 17 Juli 2009 merupakan salah satu contoh “kecil” dari aksi-aksi teroristik yang bernuansa agama. Terlepas dari beragam alasan yang melatarbelakangi pandangan dan tindakan itu, semua ini memperlihatkan betapa nuansa agama di balik tragedi-tragedi tersebut begitu kentara terasa.Agama hadir nyaris tanpa sekat dengan kekerasan.
Pandangan semacam itu memiliki akar cukup panjang dalam sejarah umat Islam.Kaum Khawarij yang tumbuh kembang pada masa kekhalifahan S Ali (ra) merupakan salah satu penggagas awal ide yang eksklusif dan rigid tersebut.Contoh konkretnya, mereka menganggap kelompok Ali (ra) dan Mu’awiyah yang saat itu melakukan perdamaian di antara keduanya sebagai orang yang tidak melaksanakan hukum Allah.Karena itu Ali, Mu’awiyah dan kelompoknya termasuk orang kafir.Kafir berarti harus diperangi.Selanjutnya, pada masa awal modern ajaran itu diformulasi lebih jauh oleh semisal Sayyid Quthb.Tokoh Ikhawanul Muslimin Mesir ini beranggapan, kehidupan modern yang berasal dari Barat adalah kehidupan jahiliyah yang berpijak pada perlawanan terhadap kekuasaan Allah di muka bumi.Dalam pandangannya, Barat adalah jahiliyah modern yang dilawankan dengan Islam.
Berdasar pada pola pandang itu, orang dan kelompok-kelompok muslim tersebut dan yang sealiran berkeyakinan bahwa melakukan perlawanan terhadap segala sesuatu yang dianggap tidak islami merupakan kewajiban setiap muslim. Pada umumnya, pola penyelesaian yang dilakukan kelompok itu sering –kalau tidak selalu –terjebak pada tindak kekerasan, pengrusakan massal dan penyebaran aksi-aksi teroristik.Dalam kondisi ini wajah Islam yang kemudian tampak kental –minimal bagi sebagian orang di luar Islam –adalah wajah yang angker, penuh kekerasan, atau bahkan dianggap belepotan dengan darah.
Menurit kami pernyataan diatas adalah orang-orang yang menyalah gunakan islam,sebab tidak sesuai dengan kenyataan yang kami ketahui, karena islam yang benar itu adalah kalau kita sudah diganggu wajib kita memberanikan diri.

H. Realitas Ajaran Islam
Untuk memahami apakah kekerasan merupakan sisi lain dari Islam atau tidak, dan untuk menelusuri visi dan misi Islam dalam kehidupan dan alam semesta, kita niscaya untuk berangkat dari ajaran dasar Islam sendiri. Dari ajaran itu kemudian kita mengaitkannya dengan sikap dan perilaku Rasulullah sebagai pembawa ajaran tersebut, dan sampai batas tertentu merupakan representasi nilai dan ajaran Islam.
(dipinda Ayat ini dapat dipahami bahwa Allah mengutus Nabi Muhammad (saw) semata-mata sebagai rahmat bagi sekalian alam)
 Eksistensi Allah adalah kemahapengasihan-Nya yang terjalin dengan eksistensi-Nya sebagai Zat Maha Mencintai yang di dalam-nya penuh kedamaian, dan kesejukan
Rasulullah (saw) sebagai pengemban utama misi luhur itu telah memulai dan menubuhkan nilai-nilai etika moral itu dalam diri Nabi sendiri dan kehidupan. Sejarah yang dilalui membuktikan seutuhnya sifat dan perilaku Rasul yang mencerminkan nilai-nilai dan ajaran al-Quran.Banyak sekali realitas kehidupan Rasul yang menggambarkan hal itu.Di antaranya, Rasul dalam hidup kesehariannya sangat tidak suka disapa dengan gelar-gelar kehormatan dan sebutan yang menunjukkan keangkuhan.Ia pun biasa duduk tanpa rikuh di lantai masjid, dan seringkali bersama dengan anggota masyarakat yang sangat miskin. Di sini tampak sikap dan pandangan Nabi yang sangat menjunjung tinggi kesederhanaan, egalitarianisme dan sejenisnya.
Selain itu, Nabi memiliki sifat yang sangat kental dengan kemurah-hatian dan kasih sayang.Sebagai misal, suatu saat Rasul menjatuhkan hukuman terhadap seorang miskin yang melakukan kejahatan.Sebagai hukuman, pelaku kejahatan dikenakan denda. Si pelaku mengaku, ia tidak memiliki apa pun untuk membayar denda itu. Secara kebetulan saat itu ada seseorang yang memberi sekeranjang kurma kepada Rasulullah.Nabi langsung memberikannya kepada laki-laki miskin itu untuk dimakan, sebagai ganti dari hukuman tersebut.
Demikian pula, kedamaian sebagai sisi lain dari kasih sayang menjadi bagian menyatu dari komitmen yang diperjuangkan Rasulullah. Di atas komitmen itu, Nabi mengembangkan kesetaraan, keadilan, hak-hak asasi manusia dan nilai-nilai sejenis. Piagam Madinah sebagai konstitusi Negara Kota (Madinah) yang dibangun Rasul merupakan salah satu bukti yang sama sekali tidak bisa diabaikan. Dalam Piagam itu disebutkan bahwa kaum Yahudi –selama tidak zalim dan memusuhi Islam dan umatnya –merupakan satu umat, sebagai bagian dari kaum mu’min.Mereka juga diberi kebebasan dalam beragama, serta perlindungan atas harta dan keluarganya.  Keluhuran Rasulullah ini kemudian diteladani oleh para generasi awal muslim. Mereka menjadikan al-akhlak al-shalih, etik moral yang luhur sebagai dasar dalam kehidupan mereka dan dalam pengembangan Islam.
Kita memang dihadapkan pada realitas sejarah Islam lain yang di atas permukaan tampak berseberangan dengan nilai kedamaian dan semacamnya. Pada masa Nabi ini sejumlah peperangan hadir memenuhi sejarah umat.Di antaranya adalah perang Badr dan Perang Uhud.Kejadian semacam ini dapat mengantarkan sementara orang atau golongan tertentu kepada kesimpulan bahwa Rasulullah telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan visi kedamaian al-Quran.Bahkan dengan alasan tertentu, mereka bisa menuduh Islam identik dengan kekerasan, Islam disebarkan dengan pedang, dan sebagainya.
Penyimpulan semacam itu senyatanya terlalu terburu-buru, dan merupakan simplifikasi persoalan.Adanya perang dalam Islam tidak bisa dipahami secara sepotong dan simplistik. Armstrong yang Kristiani menjelaskan, (Nabi) Muhammad dan generasi awal muslim (semata-mata) sedang berjuang untuk hidup mereka. Mereka juga sedang melaksanakan suatu proyek (kemanusiaan sosial, politik dan sebagainya) yang mereka tidak mungkin lagi dapat menghindari kekerasan.Untuk ukuran saat itu, tidak mungkin perubahan sosial dan politik yang mendasar dapat dicapai tanpa tetesan darah.Selain itu, karena (Nabi) Muhammad hidup dalam periode yang tidak menentu dan disintegrasi, maka kedamaian hanya dapat diraih melalui “perang”.Lebih dari itu, perang yang dilakukan Nabi lebih bersifat defensif. Hal itu merupakan preferensi terakhir manakala tidak ada jalan lain untuk mempertahankan diri selain mengangkat senjata.
Dalam konteks itu, pembebasan kota Mekah tahun 630 M niscaya untuk diangkat ke permukaan. Pembebasan ini terjadi akibat pelanggaran kaum Quraisy Mekah terhadap perjanjian damai Hudaibiyah yang mengikat antara kaum Muslim dan kaum Quraisy Mekah.Pengkhianatan Quraisy ini membuat Rasulullah memberangkatkan sebanyak sekitar sepuluh ribu umat Islam ke Mekkah. Ketika memasuki kota Mekah, umat Islam bukan mengangkat dan menghunus senjata, tapi justru meneriakkan sebuah pernyataan yang memberikan keamanan bagi seluruh penduduk Mekkah. Tidak ada setetes pun darah mengalir. Sebaliknya yang terjadi, Abu Sufyan –salah satu tokoh musyrikin Quraisy dan musuh utama Rasulullah –karena keterharuannya, kala itu langsung memeluk Islam.

I. Ke Depan, Pembumian Kerahmatan
Fenomena kekerasan yang berlindung di balik simbol agama tentunya tidak bisa dibiarkan berlarut. Selain akan merugikan agama (baca, mayoritas umat beragama), pembiaran hal itu akan memperpanjang atau dan memperluas derita umat manusia, atau bahkan akan memorakperandakan dan menghancurkan kehidupan.
Karena itu, kita –semua umat beragama, khususnya umat Islam –perlu segera mengagendakan suatu program sistematis, dan tindakan berkelanjutan yang dapat memotong akar persoalan kekerasan itu. Melalui upaya itu, kalau pun saat ini kita tidak berhasil mematikan pohonnya, pada tahun-tahun mendatang benih-benih kekerasan diharapkan tidak akan tumbuh lagi di bumi kehidupan.
Salah satu agenda yang perlu segera dirumuskan adalah membaca agama berdasarkan visi dan misi agama itu sendiri. Islam (dan tentunya agama yang lain) niscaya dipahami berdasarkan maqasid al-syari’, yang senyatanya berpijak pada al-maslahah, kebaikan umat manusia di alam dunia dan kebaikan mereka di alam akhirat, seperti untuk melindungi hak-hak dasar hidup umat  manusia, dan menyejahterakan kehidupan mereka.
Dalam altar itu, kita perlu melakukan pemahaman ajaran Islam melalui pendekatan moral, memaknainya secara utuh, tidak sepotong-sepotong, dan tidak bersifat ad hoc. Dengan demikian, wajah Islam yang akan tampak dan semangat yang berada di balik wajah itu diharapkan tidak akan mengalami reduksi. Namun sebagai upaya pemahaman, keberagamaan selain harus dipijakkan secara kokoh pada nilai dan ajaran, ia juga perlu selalu terbuka, serta mampu menyapa dan disapa oleh kehidupan yang terus berkembang.
Pada saat yang sama, keberagamaan ini perlu dilabuhkan ke dalam kehidupan konkret sebagai anutan umatnya dalam berdialog dengan Sang Khalik, sesama manusia, dan alam lingkungan. Keberagamaan hendaknya dikembangkan menjadi keberagamaan transformatif yang mampu menyantuni dan menyelesaikan persoalan, bukan menjadi sumber persoalan.Dalam konteks saat ini, keberagamaan perlu diprioritaskan sebagai aksi konkret kedamaian, dan keadilan.Memang harus diakui, kedamaian tidak mudah untuk digapai.Untuk memperoleh dan melabuh-kokohkan kedamaian, manusia (memodifikasi ungkapan Nasr) harus berdamai dulu dengan dirinya sendiri.Demikian pula dengan keadilan. Tanpa itu, fenomena yang akan muncul adalah ambisi, keserakahan, keangkuhan, dan sebagainya yang cenderung memolitisasi agama untuk kepentingan sempit dan sesaat.
Sejalan dengan itu, pengembangan dialog dengan umat beragama lain merupakan agenda sangat urgen untuk ditumbuh-kembangkan. Dalam hal ini umat Islam, apalagi di Indonesia, hendaknya menjadi garda depan dalam rangka pengembangan kerjasama antar umat beragama ke depan untuk menyelesaikan beragam persoalan umat manusia, dan bangsa dalam seluruh dimensinya.
Ada beberapa persyaratan dasar untuk keberhasilan dan keberlanjutan dialog antar umat beragama tersebut. Di antaranya adalah menghilangkan mistrust pada masing-masing umat yang selama ini masih membebani mereka. Dalam konteks relasi Islam-Kristen, mistrust umat Islam terhadap Kristen di antaranya adalah the theological mistrust, the experiential mistrust, dan the academic mistrust. Sedangkan kecurigaan dan ketidakpercayaan umat Kristiani terhadap Islam berpulang, misalnya, pada the humanitarian mistrust, dan the theological mistrust. Selain kecurigaan antara umat muslim dan kristiani ini, ketidakpercayaan juga terjadi antara umat Islam dan umat selain kristiani. Beban-beban ini perlu dihilangkan.
Namun satu hal yang perlu disadari, dialog bukan untuk menyatukan, apalagi menyamakan mereka masing-masing dalam segala hal, tapi untuk menghargai perbedaan.Mereka perlu menjadikan perbedaan sebagai modal untuk mengembangkan kerjasama.
Melalui dialog yang kemudian dilabuhkan dalam kerjasama, kehidupan dunia kontemporer ini diharapkan mendapatkan sentuhan dan aliran darah nilai-nilai moralitas yang kokoh. Sebagai misal, globalisasi yang saat ini berjalan liar dan menjadi salah satu pemicu kehadiran kekerasan atas nama agama diharapkan bisa “dijinakkan” menjadi berwajah manusiawi yang merujuk kuat pada keluhuran moralitas agama. Pemiskinan dan dominasi yang kuat atas yang lemah juga semoga bisa mengalami penyelesaian secara signifikan.
Semua itu memerlukan suatu kejujuran dan ketulusan yang hakiki. Umat Islam bersama-sama dengan umat lain harus jujur terhadap diri sendiri, kepada Tuhan dan kepada sesama. Kejujuran akan mengantarkan mereka kepada penelanjangan diri sendiri mengenai realitas kelemahan, kekurangan, dan agenda-agenda tersembunyi yang ada dalam diri masing-masing. Seiring itu, mereka dituntut untuk bersikap tulus dalam segala hal. Dengan demikian, formalisme akan dihindari, dan substansialisme akan ditumbuh-biakkan.
Apabila umat Islam mampu melakukan hal itu, bahkan sebagai penggagas, maka kehadiran Islam sebagai rahmatan lil alaminakan memancar dari bumi Indonesia, lalu menyebar ke seantero dunia. Islam akan menjadi sumber dan aksi kedamaian, dan keadilan, serta penyebaran kesejahteraan bagi seluruh umat manusia









KESIMPULAN


Selama 15 abad-Islam di muka bumi ini, implementasi rahmat bagi semesta alam sudah meluas hampir ke berbagai belahan dunia.Secara etimologis, Islam berarti damai, sedangkan rahmatan lil `alamin berarti `kasih sayang bagi semesta alam'.Maka yang dimaksud dengan Islam Rahmatan lil'alamin adalah Islam yang kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam.
Rahmatan lil'alamin adalah istilah qurani dan istilah itu sudah terdapat dalam Alquran, yaitu sebagaimana firman Allah dalam Surat Al- Anbiya' ayat 107:
Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Ayat tersebut menegaskan bahwa kalau Islam dilakukan secara benar, dengan sendirinya akan mendatangkan rahmat untuk orang Islam maupun untuk seluruh alam.
Rahmat adalah karunia yang dalam ajaran agama terbagi menjadi dua, rahmat dalam konteks rahman dan rahmat dalam konteks rahim.Rahmat dalam konteks rahman adalah bersifat ammakulla syai', meliputi segala hal, sehingga orang-orang nonmuslim pun mempunyai hak kerahmanan.Rahim adalah kerahmatan Allah yang hanya diberikan kepada orang Islam.Jadi rahim itu adalah khoshshun lil muslimin. Apabila Islam dilakukan secara benar, rahman dan rahim Allah akan turun semuanya.
Dengan demikian berlaku hukum sunnatullah; baik muslim maupun nonmuslim kalau mereka melakukan hal-hal yang diperlukan oleh kerahmanan, maka mereka akan mendapatnya. Kendati orang Islam, tetapi jika tidak melakukan ikhtiar kerahmanan, maka mereka tidak akan mendapatkan hasilnya. Dengan kata lain, karunia rahman ini berlaku hukum kompetitif Misalnya orang Islam yang tidak melakukan kegiatan ekonomi, maka tidak bisa dan tak akan menjadi makmur. Sementara orang yang melakukan ikhtiar kerahmanan, meski dia nonmuslim, mereka akan mendapatkan kemakmuran secara ekonomi. Karena dalam hal ini mereka mendapat sifat kerahmanan Allah yang berlaku universal (amnia kulla syai'). Adapun hak atas surga ada pads sifat rahimnya Allah SWT, maka yang mendapat kerahiman ini adalah orang mulmin. Dengan demikian, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa rahmatan lil'alamin adalah bersatunya-karunia Allah yang terlingkup di alam kerahiman dan kerahmanan Allah.
Dalam konteks Islam rahmatan lil'alamin, Islam telah mengatur tats hubungan menyangkut aspek teologis, ritual, sosial, dan humanitas.
Dalam segi teologis, Islam memberi rumusan tegas yang harus diyakini oleh setiap pemeluknya, tetapi hal ini tidak dapat dijadikan alasan untuk memaksa nonmuslim memeluk Islam.Begitu halnya dalam tataran ritual yang memang sudah ditentukan operasionalnya dalam Alquran dan Hadits.Namun, dalam konteks sosial, Islam sesungguhnya hanya berbicara mengenai ketentuan-ketentuan dasar atau pilar-pilamya yang pener emahan operasionalnya secara detail dan komprehensif tergantung pads kesepakatan dan pemahaman masing-masing komunitas, yang tentu memiliki keunikan berdasarkan keberagaman lokalitas nilai dan sejarah yang dimilikinya.
Entitas Islam sebagai rahmat lil'alamin mengakui eksistensi pluralitas karena Islam memandang pluralitas sebagai sunnatullah, yaitu fungsi pengujian Allah pads manusia, fakta sosial, dan rekayasa sosial (social engineering) kemajuan umat manusia. Wallahu a'lam bishshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar